2010/01/11

AHLI SUNNAH WAL JAMAAH
(ASWAJA)
Makalah ini untuk memenuhi tugas
mata kuliah Aswaja

Dosen pengampu
Drs , KH M Fathur Rahman M.Pdi



Oleh:
Luluk Fauziyah
Amelia
Arman


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ”TAWIRUL AFKAR”
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
SURABAYA
2009



KATA PENGANTAR

Bismillahir rahmanir rahim
Dengan penuh keikhlasan hati, syukur dan puji kami haturkan alhamdulillahi Rabbil Alamiin kepada sang maha pencipta, sumber ilmu pengetahuan, Allah SWT.Dengan keluasaan rahmat dan nikmatnya yang merata, sehingga kami dapat merampungkan tugas mata kuliah Aswaja dapat di selesai kan walaupun dengan keadaan makalah yang menurut kami masih jauh kesempurnaannya.

Shalawat serta Salam semoga tetap terlimpahkan kehadirat junjungan kita Nabi Muhammad Saw, yang diutus dengan membawa syariat yang mudah nan penuh dengan rahmat, dan membawa keselamatan kehidupan dunia dan akhirat.

Selanjutnya dalam makalah ini kami akan mengulas tentangsegala yang berkesinambungan dengan Ahli Sunnah wal Jamaah (Aswaja), yang insya Allah menarik untuk diulas. kali terikhir, makalah ini masih jauh dari sempurna, karenanya penulis berharap atas kritikdan saran kontruktif demi kesempurnaan makalah ini, dengan segala keterbatasanpenulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.









BAB I
AHLI SUNNAH WAL JAMA’AH (Aswaja)
( )

A. DEFINISI AHLI SUNNAH WAL JAMA’AH ( Aswaja)

Dari segi bahasa, ”ahlussunnah”( ) berarti penganut sunnah Nabi, sedangkan ahlul jama’ah ( )berarti penganut kepercayaan jama’ah para sahabat Nabi. Karena itu, kaum “Ahlussunnah wal Jama’ah” (ahl al-sunnah wa al-jamâ’ah) adalah kaum yang menganut kepercayaan yang dianut oleh Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya. Kepercayaan Nabi dan sahabat-sahabatnya itu telah termaktub dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi secara terpencar-pencar, yang kemudian dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang ulama besar, yaitu Syeikh Abu al-Hasan al-Asy’ari (lahir di Basrah tahun 260 H dan wafat di kota yang sama pada tahun 324 H dalam usia 64 tahun).
Dr. Ahmad ‘Abd Allah At-Thayyar dan Dr. Mubarak Hasan Husayn dari Universitas Al-Azhar mengatakan bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang mendapat petunjuk Allah Swt., dan mengikuti sunnah Rasul, serta mengamalkan ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah secara praktik dan menggunakannya sebagai manhaj (jalan pikiran) dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari
Jadi, pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah menurut ‘urf khâshsh (adat kebisaaan) adalah kelompok muhadditsin, shufiyah, Asy’ariyah dan Maturidiyah. Pengikut mereka inilah yang kemudian juga dapat disebut Ahlussunnah wal Jama’ah, dan selainnya tidak, dalam konteks ‘urf khâshsh tadi. Adapun menurut pengertian ‘âmm Ahlussunnah wal Jama’ah adalah kelompok atau golongan yang senantiasa setia melaksanakan sunnah Nabi Saw. dan petunjuk para sahabatnya.
Pengertian substansi Ahlussunnah wal Jama’ah dalam konteks akidah adalah paham yang membendung paham akidah Syi’ah (dalam konteks historis juga paham akidah Mu’tazilah) yang dinilai sebagai kelompok bid’ah, yakni kelompok yang melakukan penyimpangan dalam agama karena lebih mengutamakan akal dari pada naql (Qur’an) dalam merumuskan paham keagamaan Islamnya.selain aliran dua diatas ada juga aliran Jabariyah, Murjiah, Qodariyah,Khawarij dan lain lainnya yang akan kami ulas kedepan
Selain ahli sunnah wal jamaah ada aliran aliran islam yang di sebut dalam hadits nabi. Nabi bersabdaL



Artinya: Dari Muawiyah ra. Dari rasulullah SAW, beliau bersabda umat yahudi telah trepecah menjadi 71 golongan, dan umat nasrani menjadi 72 golongan ,dan sungguh umat islam ini akn pecah menjadi 73 golongan, 72 golongan dineraka,dan satu golongan di surga. Para sahabat bertanya : ”wahaiRasulullah, golongan apakah yang satu itu?”Rasulullah menjawab :”Apa yang aku ada di atasnya sekarang dan bersama para sahabat.(HR Ahmad bin hanbal dan Abu dawud).
1. Mu’tazilah ( )
a. Munculnya golongan atau kelompok Mu’tazilah
Sejarah munculnya aliran mu’tazilah oleh para kelompok pemuja dan aliran mu’tazilah tersebut muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal, kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha' berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin. Inilah awal kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan Guru, dan akhirnya golongan mu’tazilah pun dinisbahkan kepadanya. Sehingga kelompok Mu’tazilah semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya. kemudian para dedengkot mereka mendalami buku-buku filsafat yang banyak tersebar di masa khalifah Al-Makmun. Maka sejak saat itulah manhaj mereka benar-benar diwarnai oleh manhaj ahli kalam (yang berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah).
Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari I’tazala yang berarti berisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri secara teknis, istilah Mu’tazilah menunjuk ada dua golongan.

b.. Ajaran yang Diajarkan oleh Golongan Mu’tazilah
Ada beberapa ajaran yang di ajarkan oleh golongan Mu’tazilah yaitu misalnya: Al – ‘adl (Keadilan). Yang mereka maksud dengan keadilan adalah keyakinan bahwasanya kebaikan itu datang dari Allah, sedangkan. Dalilnya kejelekan datang dari makhluk dan di luar kehendak (masyi’ah) Allah adalah firman Allah : “Dan Allah tidak suka terhadap kerusakan.” (Al-Baqarah: 205) “Dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya”. (Az-Zumar:7) Menurut mereka kesukaan dan keinginan merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Sehingga mustahil bila Allah tidak suka terhadap kejelekan, kemudian menghendaki atau menginginkan untuk terjadi (mentaqdirkannya) oleh karena itu merekan menamakan diri mereka dengan nama Ahlul ‘Adl atau Al – ‘Adliyyah. Al-Wa’du Wal-Wa’id. Yang mereka maksud dengan landasan ini adalah bahwa wajib bagi Allah untuk memenuhi janji-Nya (al-wa’d) bagi pelaku kebaikan agar dimasukkan ke dalam Al-Jannah, dan melaksanakan ancaman-Nya (al-wa’id) bagi pelaku dosa besar (walaupun di bawah syirik) agar dimasukkan ke dalam An-Naar, kekal abadi di dalamnya, dan tidak boleh bagi Allah untuk menyelisihinya. Karena inilah mereka disebut dengan Wa’idiyyah.
Aliran mu'tazilah merupakan aliran teologi Islam yang terbesar dan tertua, aliran ini telah memainkan peranan penting dalam sejarah pemikiran dunia Islam. Orang yang ingin mempelajari filsafat Islam sesungguhnya dan yang berhubungan dengan agama dan sejarah Islam, haruslah menggali buku-buku yang dikarang oleh orang-orang mu'tazilah, bukan oleh mereka yang lazim disebut filosof-filosof Islam.


2. Syi’ah ( )
a. Munculnya aliran Syi’ah
moderat dalam masalah konflik sunni syiah adalah masalah salah paham saja awalnya. Ada kelompok dari kalangan umat Islam yang punya pandangan politik yang berbeda pada awalnya. Dan perbedaan ini sesungguhnya masalah yang manusiawi sekali dan mustahil dihindarkan.Namun masalahnya berkembang menjadi serius ketika perbedaan itu berkembang ke wilayah aqidah dan syariah. Lalu masing-masing pihak saling mengkafirkan dan menuduh saudaranya sesat bahkan murtad. Inilah yang sebenarnya dikhawatirkan sejak dahulu.Memang benar bahwa ada sebagian dari akidah syiah yang sudah tidak bisa ditolelir lagi, bukan hanya oleh kalangan ahli sunnah, tetapi oleh sesama penganut syiah pun dianggap sudah sesat. Dan kita harus tegas dalam hal ini, kalau memang sesat kita katakan sesat.Misalnya mereka yang tidak percaya kepada Al-Quran mushaf Utsmani, dan menggunakan mushaf yang konon susunan yang 100% berbeda. Kalau memang ada yang begitu, tentu kelompok ini sudah keluar dari agama Islam secara muttafaqun 'alihi.Atau misalnya ada yang mengkafirkan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, maka jelaslah sikap ini tidak pernah bisa dibenarkan. Apalagi kelompok sempalan syiah yang menyatakan malaikat Jibril salah menurunkan wahyu, seharusnya kepada Ali bin Abi Thalib dan bukan kepada Muhammad SAW. Astaghfirullahal-'adzhim. Tentu sempalan yang sudah sampai keluar batas ini sudah tidak bisa ditolelir lagi secara aqidah.Tetapi kita tetap tidak bisa menggenalisir bahwa semua lapisan umat Islam yang ada aroma syiahnya pasti sesat, kafir atau murtad. Rasanya sikap itu kurang bijaksana. Mengapa?Sebab di berbagai belahan dunia Islam, katakanlah seperti di Iraq sana, ada banyak komunitas yang secara tradisional menjadi penganut syiah secara keturunan. Kakek moyang yang melahirkan keturunan itu bukan orang jahat yang beniat busuk kepada agama Islam. Mereka menjadi syiah karena keturunan dan tidak tahu menahu tentang urusan koflik syiah dan sunnah.

3. Khawarij ( )
Aliran Khawarij muncul pertama kali sebagai gerakan politis yang kemudian beralihmenjadi gerakan teologis, sehingga Khawarij menjadi aliran dalam teologi Islam yang pertama, kaum khawarij dikenal sebagai sekelompok orang yang melakukan pemberontakan terhadap imam yang sah yang diakui oleh rakyat (ummat). Oleh karena itu, istilah Khawarij bisa dikenakan kepada semua orang yang menentang para imam, baik pada masa sahabat maupun pada masa-masa berikutnya ”.
Istilah Khawarij berasal dari kata “kharaja” ( ) yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada mereka yang keluar dari barisan Ali. Alasan mereka keluar, karena tidak setuju terhadap sikap Ali Bin Abi Thalib yang menerima arbirtrase sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan khalifah dengan Muawiyah Bin Abi Sufyan.
Khawarij merupakan aliran dalam teologi Islam yang pertama kali muncul. Menurut Asy-Syahrastani, bahwa yang disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari imam yang hak dan telah disepakati para jema’ah, baik ia keluar pada masa sahabat Khulafaur Rasyidin, maupun pada masa tabi’in secara baik-baik.
Dermikian pula, kaum khawarij dikenal sebagai sekelompok orang yang melakukan pemberontakan terhadap imam yang sah yang diakui oleh rakyat (ummat). Oleh karena itu, istilah Khawarij bisa dikenakan kepada semua orang yang menentang para imam, baik pada masa sahabat maupun pada masa-masa berikutnya. Namun demikian, dalam tulisan ini nama Khawarij khusus diberikan kepada sekelompok orang yang telah memisahkan diri dari barisan Ali.
Terpilihnya Ali sebagai khalifah, menggantikan Usman, pertentangan dan peperangan diantara ummat Islam tidak reda. Pada akhirnya, ada upaya perdamaian diantara yang bertikai tersebut. Dua tokoh tampil, masing-masing mengatasnamakan sebagai juru pendamai dan wakil dari pihak Ali dan Muawiyah, yakni Abu Musa Al-Asy’ari dan Amru bin Ash.
Dalam sejarah Islam, usaha perdamaian itu dikenal dengan “Majlis Tahkim”, dalam persengketaan yang terjadi antara Ali dan Muawiyah pada perang Shiffin, suatu tempat di tepi Sungai Efrat, yang menyebabkan tampilnya Muawiyah sebagai khalifah. Hasil perdamaian tersebut, memunculkan kesepakatan bahwa Ali dipecat dari kursi kekhalifahan, dan Muawiyah ditunjuk sebagai penggantinya.
Setelah Muawiyah diangkat menjadi khalifah inilah, maka muncul golongan-golongan politik dilingkungan ummat islam, yakni Syi’ah, Khawarij, dan Murji’ah. Bermula dari persoalan politik, akhirnya berubah menjadi persoalan teologis, masing-masing saling menuduh dan mengeluarkan hukum dengan tuduhan-tuduhan kafir, dosa besar, dan lain-lain, sampai memunculkan persoalan sumber perbuatan manusia, apakah dari Tuhan atau dari diri manusia sendiri.
2. Faham-fahamnya
Pada masa sebelum terjadinya perpecahan di kalangan Khawarij, mereka memiliki tiga pokok pendirian yang sama, yakni : Ali, Usman, dan orang-orang yang ikut dalam peperangan serta orang-orang yang menyetujui terhadap perundingan Ali dan Muawiyah, dihukumkan orang-orang kafir.
Setiap ummat Muhammad yang terus menerus melakukan dosa besar hingga matinya belum melakukan tobat, maka dihukumkan kafir serta kekal dalam neraka.
Membolehkan tidak mematuhi aturan-aturan kepala negara, bila kepala negara tersebut khianat dan zalim.
Ada faham yang sangat fundamental dari kaum Khawarij yang timbul dari watak idealismenya, yaitu penolakan mereka atas pandangan bahwa amal soleh merupakan bagian essensial dari iman. Oleh karena itu, para pelaku dosa besar tidak bisa lagi disebut muslim, tetapi kafir. Demikian pula halnya, dengan latar belakang watak dan karakter kerasnya, mereka selalu melancarkan jihad (perang suci) kepada pemerintah yang berkuasa dan masyarakat pada umumnya.
Sebenarnya, menurut pandangan Khawarij, bahwa keimanan itu tidak diperlukan jika masyarakat dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Namun demikian, karena pada umumnya manusia tidak bisa memecahkan masalahnya, kaum Khawarij mewajibkan semua manusia untuk berpegang kepada keimanan, apakah dalam berfikir, maupun dalam segala perbuatannya. Apabila segala tindakannya itu tidak didasarkan kepada keimanan, maka konsekwensinya dihukumkan kafir.
Dengan mengutip beberapa ayat Alquran, mereka berusaha mempropagandakan pemikiran-pemikiran politis yang berimplikasi teologis itu, sebagaimana tercermin di bawah ini :
1. Mengakui kekhalifahan Abu Bakar dan Umar; sedangkan Usman dan Ali, juga orang-orang yang ikut dalam “Perang Unta”, dipandang telah berdosa.
2. Dosa dalam pandangan mereka sama dengan kekufuran. Mereka mengkafirkan setiap pelaku dosa besar apabila ia tidak bertobat. Dari sinilah muncul term “kafir” dalam faham kaum Khawarij.
3. Khalifah tidak sah, kecuali melalui pemilihan bebas diantara kaum muslimin. Oleh karenanya, mereka menolak pandangan bahwa khalifah harus dari suku Quraisy.
4. Ketaatan kepada khalifah adalah wajib, selama berada pada jalan keadilan dan kebaikan. Jika menyimpang, wajib diperangi dan bahkan dibunuhnya.
5. Mereka menerima Alquran sebagai salah satu sumber diantara sumber-sumber hukum Islam.
4. Murji’ah
Aliran Murji’ah muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya “kafir mengkafirkan” terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal ini dilakukan oleh aliran Khawarij.
Aliran ini menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu dihadapan Tuhan, karena hanya Tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar, masih dianggap mukmin dihadapan mereka.
1. Faham-fahamnya
Faham aliran Murji’ah bisa diketahui dari makna yang terkandung dalam “murji’ah” dan dalam sikap netralnya. Pandangan “netral” tersebut, nampak pada penamaan aliran ini yang berasal dari kata “arja’a”, yang berarti “orang yang menangguhkan”, mengakhirkan dan “memberi pengharapan”. Menangguhkan berarti “menunda soal siksaan seseorang ditangan Tuhan, yakni jika Tuhan mau memaafkan, dia akan langsung masuk surga. Jika sebaliknya, maka akan disiksa sesuai dengan dosanya.
Istilah “memberi harapan” mengandung arti bahwa, orang yang melakukan maksiat padahal ia seorang mukmin, imannya masih tetap sempurna. Sebab, perbuatan maksiat tidak mendatangkan pengaruh buruk terhadap keimanannya, sebagaimana halnya perbuatan taat atau baik yang dilakukan oleh orang kafir, tidak akan mendatangkan faedah terhadap kekufurannya. Mereka “berharap” bahwa seorang mukmin yang melakukan maksiat, ia masih dikatakan mukmin.
Berdasarkan itu, maka inti faham Murji’ah adalah sebagai berikut :
Iman ialah mengenal Allah dan Rasulnya, barangsiapa yang tidak mengenal bahwa “tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad sebagai Rasul-Nya”, ia mukmin sekalipun melakukan dosa.
Amal perbuatan bukan merupakan bagian dari iman, sebab iman adanya dalam hati. Sekalipun melakukan dosa besar, tidaklah akan menghapus iman seseorang, tetapi terserah Allah untuk menentukan hukumnya.
5. Qodariyah
.a. Asal-Usul Kemunculan Qadariyah
Qadariyah berasal dari bahasa arab, yaitu dari bahasa qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian termonologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap manusia adalah pencipta bagi segala perbuatannya; ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri, berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dalam hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa kaum Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia harus tunduk pada qadar tuhan.
Qadariyah pertama kali dimunculkan. Oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Ma;bad adalah seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Basri. Adapun Ghalian adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Usman bin Affan.

Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyum, seperti dikutip Ahmad Amin, memberi informasi lain bahwa yang pertama kali memunculkan faham Qadariyah adalah orang Irak yang semuala beragama kristen kemudian beragama islam dan balik lagi keagama kristen. Dari orang inila Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini. Orang irak yang dimaksud, sebagaimana dikatakan Muhammad Ibnu Syu’i.Ghallian . sebagian lain berpendapat bahwa faham ini muncul di Damaskus. Diduga disebabkan oleh orang-orang yang banyak dipekerjakan diistana-istana.
Yang memproleh informasi dari Al-Auzai, adalah susunan.berkaitan dengan persoalan pertama kalinya Qadariyah muncul, ada baiknya jika meninjau kembali pendapat Ahmad Amin yang menyatakan kesulitan untuk menentukannya. Para peniti sebelumnya pun belum sepakat mengenai hal ini karena penganut Qadariyah ketika itu banyak sekali. Sebagian terdapat di irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan Al-Bashri. Pendapat ini di kuatkan oleh Ibn Nabatah bahwa yang mencetuskan pendapat pertama tentang masalah ini adalah seorang kristen di irak yang telah masuk islam
2. Doktrin-Doktrin Qadariyah
Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal , pembahasan masalah Qadariyah disatukan dengan pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara kedua aliran ini kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin qadar lebih luas di kupas oleh kalangan Mu’tazilah sebab faham ini juga menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah akibatnya, orang menamakan Qadariyah dengan Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan tuhan.

Dari beberapa penjelasan diatas ,dapat di pahami bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Mansuia mempunyai kewenangan untuk melakun segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memproleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya..

Jabariyah
a. Awal Kemunculan Jabariyah
Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula mengatakan bahwa manusia terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia ditentukan Allah semata, tidak ada campur tangan manusia.
Paham Jabariyah dinisbatkan kepada Jahm bin Shafwan karena itu kaum Jabariyah disebut sebagai kaum Jahmiyah, Namun pendapat lain mengatakan bahwa orang yang pertama mempelopori paham jabariyah adalah al-Ja'ad bin Dirham, dia juga disebut sebagai orang yang pertama kali menyatakan bahwa Al-Quran itu makhluq dan meniadakan sifat-sifat Allah. . Sehingga Imam As-Syafi'i menyebutnya Wasil, Umar, Ghallan al-Dimasyq sebagai tiga serangkai yang seide itulah sebabnya kaum Mu'tazilah dinamakan juga kaum Qadariyah dan Jahmiyah.
b. Pemimpin Penganut Jabariyah
Ja'd Bin Dirham
Ia adalah seorang hamba dari bani Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh pancung oleh Gubernur Kufah yaitu khalid bin Abdullah El-Qasri.
Kelompok jabariyah adalah orang-orang yang melampaui batas dalam menetapkan takdir hingga mereka mengesampingkan sama sekali kekuasaan manusia dan mengingkari bahwa manusia bisa berbuat sesuatu dan melakukan suatu sebab (usaha). Apa yang ditakdirkan kepada mereka pasti akan terjadi. Mereka berpendapat bahwa manusia terpaksa melakukan segala perbuatan mereka dan manusia tidak mempunyai kekuasaan yang berpengaruh kepada perbuatan, bahkan manusia seperti bulu yang ditiup angin. Maka dari itu mereka tidak berbuat apa-apa karena berhujjah kepada takdir. Jika mereka mengerjakan suatu amalan yang bertentangan dengan syariat, mereka merasa tidak bertanggung jawab atasnya dan mereka berhujjah bahwa takdir telah terjadi.
Akidahyang rusak semacam ini membawa dampak pada penolakan terhadap kemampuan manusia untuk mengadakan perbaikan. Dan penyerahan total kepada syahwat dan hawa nafsunya serta terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan karena menganggap bahwa semua itu telah ditakdirkan oleh Allah atas mereka. Maka mereka menyenanginya dan rela terhadapnya. Karena yakin bahwa segala yang telah ditakdirkan pada manusia akan menimpanya, maka tidak perlu seseorang untuk melakukan usaha karena hal itu tidak mengubah takdir.
Ciri - Ciri Ajaran Jabariyah
Diantara ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :
1. Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya.
2. Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
3. Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
4. Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
5. Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
6. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
7. Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
8. hwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah.

B.LATAR BELAKANG TIMBULNYA ASWAJA
Ahli sunnah dan jama’ah ini kelihatannya timbul sebagaireaksi terhadap paham-paham glongan mu’tazilah yang telah dijelaskan sebelumnya dan terhadap sikap mereka dalam menyiarkan ajaran-ajaran itu. Mulai dari wasil usaha-usaha telah dijalankan untuk menyebarkan ajaran-ajaran itu, disamping usaha-usaha yang dijalanlan dalam menendang serangan musuh-musuh Islam.menurut Ibn Al-Murtada, wasil mengirim murid-muridnya dikhurasan, Armenia, Yaman Marokko dan lain-lain. Kelihatannya murid-murid itu berhasil dalam usaha-usaha mereka,karena menurut Yagut, dithaharah, suatu tempat didekat Tilimsan di Marokko terdapat kurang lebih 30 ribu pengikut wasil.

1. Ajaran-Jaran Al-asy’ariyah
Ajaran-ajaran Al-Asy’ariyah sendiri diketahui dari buku-buku yang ditulisnya,terutama dari kitab al-Luma’ fi al-Rad’ala Ahl al-Ziagh wa al-Bida’ dan al-Ibanah’an usul al Dianah disamping buku-buku yang ditulis oleh para pengikutnya. Sebagai penentang Mu’tazilah, sudah tentu ia berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat. Mustahil kata al-Asy’ariyah Tuhan mengetahui dengan zatnya, karena dengan demikian zatnya adalah pengetahuan dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan. Tuhan bukan pengetahuan *’ilm) tetapi yang mengetahui (A’lim).
Perbuatan-perbuatan manusia, bagi Al-Asy’ari, bukanlah diwujudkan oleh manusia sendiri, sebagai pendapat Mu’tazilah, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Perbuatan kufr adalah buruk, tetapi orang kafir ingin supaya perbuatan kufr itu sebenarnya bersifat baik.apa yang dikehendaki orang kafir ini tak dapat diwujudkannya.
Al-Asy/ari seterusnya menentang paham keadilan Tuhan yang dibawa kaum Mu’tazilah. Menurut pendapatnya Tuhan berkuasa mutlak dan tak ada suatu pun wajib baginya.
Bagi al-Asy’ari orang yang berdosa besa, tetap mukmin karena imannya masih ada,tetapi karena dosa besar yang dilakukannya ia menjadi fasiq.
2. Ajaran Maturidiah
Al-Maturidi sependapat dengan golongan mu’tazilah bahwa manusialah sebenarnya yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya dengan demikian ia mempunyai paham qadriah dan bukan paham jabariah atau asy’ari.
Al-Maturidi berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu. Al-Maturidi juga tidak sepaham dengan mu’tazilah tentang masalah Al-Qur’an yang menimbulkan heboh itu sebagaimana al-Asy’ari ia mengatakan bahwa kalem atau sabda Tuhan tidak diciptakan tetapi bersifat qadim.
Mengenai soal dosa besar al-Maturidi sepaham dengan al-Asy’ari bahwa orang yang berdosa besar masih tetap mukmin, dan soal dosa besarnya akan ditentukan Tuhan kelak di akhirat. Ia pun menolak paham posisi menengah kaum mu’tazilah.
Aliran maturidiah, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, adalah teologi yang banyak dianut oleh umat Islam yang memakai mazhab Hanafi.

C. RUANG LINGKUP ASWAJA
1. Akidah ( )
Akidah secara etimologis berasal dari kata aqida –ya’qidu –a’qidatan yang berarti simpulan atau ikatan. Menurut istilah adalah kepercayaan dan keyakinan. Adapun yang dimaksud dengan akidah islam ialah perkara-perkara yang dipercayai dan diyakini kebenarannya dalam islam berdasarkan dalil Al-Quran dan Sunnah Rasul. Akidah islam meliputi Rukun Iman yakni:
1. Beriman kepada Allah
2. Beriman kepada malaikat-malaikatnya
3. Beriman kepada kitab-kitabnya
4. Beriman kepada rasul-rasulnya
5. Beriman kepada hari akhirat
6. Beriman kepada takdir Allah

2. Syariah ( )
Pengertian syariah menurut bahasa berarti jalan lurus, jalan menuju air, jalan yang dilalui air terjun. Menurut istilah adalah hukum islam yang diyakini kebenarannya oleh umat islam sebagai ketentuan dan ketetapan dari Allah yang wajib dipatuhi sebagaimana mestinya.Berdasarkan prinsip keyakinan tersebut, maka setiap muslim wajib melaksanakan syariat islam dalam segala aspek kehidupannya dan sebaliknya dia merasa berdosa apabila mengabaikan nilai-nilai syariah tersebut. Garis-garis besar syariah islam adalah sebagai berikut:
1. Hukum ibadat, yang merupakan tuntutan ritual yang mencakup masalah tahara (kebersihan iman), shalat, zakat, puasa, haji, penguburan jenazah, kurban, akikah, penyembelihan hewan, makanan, minuman.
2. Hukum munakahat, yaitu himpunan hukum yang mengatur masalah kehidupan rumah tangga.
3. Hukum muamalat yaitu membahas kode etik bisnis, utang-piutang, jual-beli,dll yang berkaitan dengan masalah hubungan manusia dengan kekayaan dan harta benda
4. Hukum jinayat, yaitu hukum pidana dan perdata yang disyariatkan untuk memelihara kehidupan manusia, melindungi masyarakat, melindungi harta benda yang menjadi hak seseorang, memelihara keturunan, akal, jiwa dan agama.
5. Hukum murafaat mukhashamat yaitu hukum acara pidana dan perdata yang mencakup prosedur pengadilan di depan hakim.
6. Hukum sulthaniyat yaitu suatu komponen hukum islam yang khusus mengatur masalah-masalah kenegaraan dan pemerintahan.
7. Hukum dauliyat yaitu hukum internasional yang berguna untuk mengatur hubungan antara negara dengan negara baik pada masa damai maupun pada masa perang, mengatur soal tawanan perang, gencatan senjata, dan perjanjian antarnegara.

3. Akhlak ( )
Akhlak berasal dari bahasa arab, jamak dari kata khuluq yang artinya budi pekerti. Menurut istilah sebagaimana diungkapkan oleh iman Algazali
Akhlak ialah suatu bentuk dalam jiwa seseorang manusia yang dapat melahirkan suatu tindakan dan kelakuan dengan mudah dan spontan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Akhlak itu dibagi menjadi dua macam yaitu
1. Akhlakul karimah adalah akhlak yang mulia
2. Akhlakul madzmumah adalah akhlak yang tercela atau akhlak yang tidak terpuji

4. Iman ( )
Kata iman dalam Al-Qur’an ada 2 pengertian dasar :
1. Iman dengan pengertian membenarkan
2. Iman dengan pengertian amal atau ber-iltizam dengan amal
Dengan demikian dapat dipahami bahwa iman, sebagaimana yang termaktub dalam Al-Qur’an dan sunnah rasulullah Saw., mempunyai 2 pengertian :
1. Membenarkan berita yang datang dari Allah dan Rasulnya
2. Meneguhkan pendirian terhadap ketentuan yang telah ditetapkan
Seseorang itu disebut beriman, bila dia meyakini dengan sungguh-sungguh beberapa asas yang terkandung dalam kalimat Laa Ilaaha Illallah yaitu:
3. Bahwa yang menjadikan alam semesta dan yang mengendalikan segala urusannya adalah Allahakh yang maha esa, hidup, kuasa dan sempurna serta terhindar dari sifat kekurangan dan keaiban.

5. Islam ( )
Menurut asal kata, islam itu berasal dari kata-kata antara lain:
1. Salamun (tangga) artinya islam merupakan tangga untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat dan meraih rida Allah.
2. Salima (selamat) artinya bahwa islam itu membawa pemeluknya kearah keselamatan baik didunia maupun diakhirat kelak.
3. Aslama (menyerah) artinya menyerah kepada Allah dan bersedia tunduk kepada segala halyang datang dari Allah dan bersedia berkorban sebagai tanda pengabdian terhadap Allah sebagai khaliqnya.
Islam menurut istilah adalah agama Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad Saw. Adapun karakteristik yang dimiliki ajaran islam :
1. Komprehansif
2. Universal
3. Dinamis dan progresif
4. Logis dan rasional
5. Elastis dan manusiawi

6. Ihsan ( )
Ihsan dalam pengertian umum adalah berbuat baik. Seseorang yang berbuat baik dan beramal saleh biasa disebut orang muhsin dan orang salih. Beberapa sikap dan perbuatan ihsan, yaitu :
1. Istiqamah dalam pendirian, yaitu bersikap teguh atau keteguhan berpegang kepada sesuatu yang diyakini benarnya dan ia tidak mau merubah keyakinannya itu dalam keadaan bagaimanapun yakni baik dalam keadaan susah maup[un senang.
2. Tasamuh dalam pergaulan adalah sikap tenggang rasa dengan sesama dalam masyarakat dimana kita berada.
3. Khusuk dalam beribadah adalah tekun sambil menundukkan diri yakni seluiruh pikiran, perasaan, hati sanubari yang sedalam-dalamnya.

C. SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM VERSI ASWAJA
1. Al-Qur’an ( )
Al-Qur’an menurut bahasa berarti bacaan. Secara maknawi, Al-Qur’an adalah kalam Allah swt. Dan merupakan mukjizat yang diturunkankepada nabi Muhammad saw. Al-Qur’an merupakan kitab Allah yang terakhir yang diturunkan pada nabi terakhir dan merupakan penyempurnaan kitab-kitab Allah sebelumnya. Al-Qur’an di turunkan secara berangsur-angsur yaitu selama 22 tahun 2 bulan 22 hari di Mekkah dan Madina
Fungsi Al-Qur’an :
• Al-qur’an Sebagai Pedoman Hidup
• Al-Qur’an Sebagai sumber Hukum Islam yang Pertama

2. Hadis
Hadis menurut batasan ilmu hadist yaitu Ucapan perbuatan, dan takrir nabi Muhammad SAW. Dari definisi diatas hadist nabi tebagi atas tiga yaitu :
1.Hadist Qauliyah yaitu hadist yang didasarkan atas segenap perkataan dan ucapan Nabi Muhammad SAW .
2. Hadis Filiyah yaitu hadist yang didasarkan atas prilaku dan perbuatan Nabi Muhammad SAW
3. Hadis Taqririyah yaitu hadist yang disandarkan pada perkataan atau sikap para sahabat yang dibiarkan atau didiamkan oleh Rasulullah SAW.
Kedudukan Hadist yaitu sebagai Sumber hukum islam yang kedua. Oleh karena hukum-hukum atau aturan-aturan yang terdapat pada Al-Qur’an hanya secara garis besar maka nabi Muhammad SAW sebagai rasul Allah bertugas menjelaskan dan menyebarkan dan memperaktikkannya.
Fungsi Al hadist yaitu ;
1.Mempertegas hukum hukum yang telah di sebutkan dalam Al-Qur’an
2. Menjelaskan, menafsirkan dan merinci ayat-ayat Al-Qur’an yang masih umum dan samar
3. Mewujudkan suatu hukum atau ajaran yang tidak tercamtum dalam al-quran
3. Ijtihad ( )
Ijitihad menurut terminologi berarti berusaha dengan sungguh-sungguh untuk dapat menentukan suatu hukum dari sebuah dalil agama, yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan dan keahlian yang mendalam, disamping memiliki syarat-syarat tertentu baik dilakukan secara individual maupun bersama-sama sehingga mencapai kesepakatan dalam suatu maslah tertentu pada masa tertentu pula berkenan dengan penilaian sesuatu yang belum ada kepastiannya secara tegas dalam Al-Qur’an dan Al hadist.
Ijitihad merupakan sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur’an dan al hadist
Kedudukan ijitihad :
1. Ijitihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak absolut
Keputusan yang ditetapkan ijitihad mungking berlaku bagi seseorang tetapi tidak berlaku bagi orang lain
2. Ijitihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan al hadist
3. Dalam proses Ijitihad hendaknya dipertimbangkan faktor faktor motivasi, akibat, kemaslahatan umum dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa daripada ajaran Islam.

D. TOKOH-TOKOH ASWAJA

Tokoh utama aswaja sekaligus pendiri Mashab Ini adalah Abu al Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur al-maturidi.
1. Abu al-hasan Ali bin Ismail bin abi Basyar Ishak bin salim bin Ismail Bin abdullah bin Musa Bin Bilal bin Abu Burdan amir bin Abi Musa Abdullah Bin Qais al-Asy’ari.
2. Abu mansur Muhammad bin Muhammad Bin Mahmud al-Matutidi
1. ajaran al-Asy’ari
a. sifat-sifat tuhan menurut al-Asy’ari, tuhan tuhan memiliki sifat-sifat sebagaimana disebutkan didalam Al-Quran yaitu : Allah Mengetahui dengan ilmu, berkuasa dengan qudrah, hidup dengan nayah, berkehendak dgan inadah, berkata dengan kalam, mendengarkan dengan sama’, melihat dengan bashar, dan seterusnya. Sifat sifat tersebut adalah azali, qadim dan berdiri dio tasa zat tuhan. Sifat sifat itu bukanlah zat tuhan dan bukan pula lain dari zatnya.
b. Al-Quran menurut al-Asy-ari, Al-Quran adalah Qadim, bukan mahluk (diciptakan) hal ini di dasarkan pada yat 40 surat an-Nahl
c. Melihat tuhan. Al asy’ari berbendapat bahwa tuhan bisa dilihat dengan mata kepala di akhirak kelak. Dasarnya antara lain firman Allah dalam surat Al qiyamah ayat 22-23
d. Perbuatan manusia. Perbuatan manusia diciptakan tuhan bukan diciptakan oleh manusia itu sendiri\. Gambaran tentang hubungan perbuatan manusia dengan kehendak dengan kekuasaan mutlak tuhan dikemukakan dealam teorinya yang disebut al-kasb (ialah bebarengnya kekuasaan tuhan dengan perbuatan manusia). Menurut al-asy’ari untuk mewujudkan suatu perbuatan manusia diperlukan dua daya yaitu daya manusia dan daya tuhan . tapi daya tuhanlah yang efektif dalam perwujudan perbuatan ini.
g. Muslim yang berebuat dosa besar. Seorang muslim yang berbuat dosa besar dan meninggal dunia sebelum bertobat tewtap mukmin, tidak kafir, tidak pula berada diantara mukmin dan kafir sebagaimana pendapat Mu’tazilah. Bagaimana keadaannya di akhirat terserah Allah SWT dengan beberapa kemungkinan :
a) Ia mendapat ampunan dari Allah SWT dengan rahmatnya sehingga prembuat dosa besar itu di masukkan kedalam surga
b) Mendapat syafaat dar nabi besar Muhammad SAW
c) Allah memberikan hukuman dan di masukkan kedalam neraka sesuai dengan bobot dosa besar yang dia telah lakukan baru kemudian di masukkan kedalam surga

2. Ajaran al- Maturidi
a. Sifat tuhan. Tuhan mempunyai sifat sifat : mengetahui dengan sifat ilmunya bukan dengan zat-zatnya. Tuhan berkuasa dengan qudrahnya bukan dengan zat-nya
b. Perbuatan manusia. Perbuatan manusia sebenarnya diwujudkan oleh manusia itu sendiri, sekalipun kemudian perbuatan yang dilakukan adalah kehendak tuhan tapi perbuatan itu bukan perbuatan tuhan
c. Al-Quran menurut al-Maturidi Al-Quran adalah kalam Allah yang Qadim bukan diciptakan sebagaimana paham mu’tazilah. Untuk ini untuk ini al maturidi sepaham dengan al-asy’ari
d. Kewajiban tuhan. Al maturidi berpendapat tuhan memiliki kewajiban tertentu hal ini sepaham denagan muktazilah
e. Muslim yang berebuat dosa besar. Sama dengan al-asy’ariSeorang muslim yang berbuat dosa besar tetap mukmin tidak kafir tidak juga diantara kafir dan mikmin sebagaimana paham muktazilah
f. Janji tuhan, baik janji memberikan pahala kepada yang berbuat baik maupun ancaman siksa bagi yang berbauat jahat, menurut al maturidi mesti terjadi. Tuhan pasti memnuhi janjinya tuhan tidak akan mengingkari janjinya itu
1. Iman Kepada Allah
Iman kepada Allah adalah percaya dengan sepenuhnya tentang adanya Allah dan segala sifat-sifat sempurna yang ada pada-Nya, serta meniadakan /mensucikan Allah dari segala sifat kekurangan serta meyakini sifat jaiz bagi Allah. Yakin dengan sepenuhnya bahwa Allah itu ada, maha kuasa, maha kekal, berdiri sendiri, berpengetahuan, berkemauan.(

)
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

Jika telah yakin terhadap adanya Allah dengan segala sifat-sifatnya maka kita dituntut untuk membuktikan keyakinan kita tersebut melalui perbuatan yang nyata. Adapun akibat dari orang yang tidak beriman kepada Allah:
1. Mendapatkan kerugian baik didunia maupun diakhirat
2. Tidak akan mendapatkan hidayah dari Allah, dan akan mendapat siksa yang pedih dari-Nya
3. Hatinya tidak akan tenteram dan jiwanya tidak akan tenang
4. Hilangnya rasa malu untuk berbuat maksiat
Hikmah beriman kepada Allah :
5. Iman yang kuat akan memberikan motivasi kepada orang beriman untuk merealisasikannya dalam perbuatan yang kongkrit yang terjelma melalui amal saleh

2. Iman Kepada Malaikat Allah Swt
Iman kepada malaikat adalah meyakini bahwa malaikat itu ada, merupakan mahluk yang dimuliakan, tidak pernah berbuat maksiat kepada Allah dan selalu menjalankan apa yang diperintahkan kepadanya. Kita wajib mengimani malaikat sebatas apa yang dijelaskan oleh Allah maupun Rasulullah. Kita tidak harus mengimani bagaimana hakikat malaikat itu , sebab ini merupakan rahasia Allah. Melainkan wajib beriman kepada wujud malaikat beserta sifat-sifatnyayang dijelaskan oleh Allah Swtmaupun rasulullah Saw. Jadi yang dapat diketahui bahwa malaikat merupakan salah satu mahluk allah yang gaib, abstrak, yang tidak terjangkau dengan pancaindra.

3. Iman Kepada Kitab Allah Swt
Iman kepada kitab Allah adalah percaya sepenuhnya bahwa Allah telah menurunkan wahyu petunjuk suci kepada para utusan-Nya yang kemudian dihimpun menjdi kitab suci yang dinamakan kitab-kitab Allah. Keimanan kita kepada kitab Allah mencakup keyakinan bahwa Allah telah menurunkan beberapa kitab kepad para utusannya yang berisi berbagai petunjuk, tuntutan, perintah, larangan, peringatan, ancaman, kabar gembira.
Al-Qur’an sebagai kitab suci mempunyai beberapa keistimewaan dari kitab-kitab yang lain, antara lain :
1. Otentisitas (keaslian) Al-Qur’an dijamin oleh Allah Swt
2. Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw
3. Al-Qur’an membenarkan dan menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya
4. Al-Qur’an mengangkat derajat manusia
5. Al-Qur’an sebagai bacaan yang berpahala

4. Iman Kepada Rasul Allah Swt
Menurut bahasa, Nabi adalah orang yang memberi kabar, dan anbiya’ adalah bentuk jamak dari nabi , artinya beberapa nabi. Menurut istilah syara’, nabi adalah seorang laki-laki yang diberi wahyu Allah SWT namun tidak diwajibkan unwuk menyampaikan wahyu tersebut ke ummatnya. Sedangkan rasul diwajibkan untuk menyampaikan kepada ummatnya. Dengan demikian setiap rasul adalah nabi, tetapi tidak semua nabi adalah rasul.
Dengan diangkatnya atau dipilihnya para manusia sebagai utusan utusan Allah, diharapkan mampu untuk menerima petunjuk dari Allah dan menyampaikan kepada ummatnya sekaligus menjadi sauri teladan bagi mereka. Jumlah nabi dan rasul adalah sangat banyak sekali. Tidak seorangpun yang tahu pasti. Allah hanya menjelaskan kepada kita bahwa sebagian dari mereka ada yang diberitakan dan sebagian tidak diberitakan kepada manusia. Kita hanya diwajibkan untuk mengetahui 25 rasul yang keterangannya terdapat dalam al-Quran:
Dan Sesungguhnya Telah kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak kami ceritakan kepadamu. tidak dapat bagi seorang Rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; Maka apabila Telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. dan ketika itu Rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

4.. Iman Kepada Hari Akhirat
Iman pada hari Akhirat salah satu rukun iman yang sangat penting bagi setiap orang sebab tanpa meyakini adanya hari akhirat seseorang beranggapan bahwa kehidupan di dunia ini adalah tujuan akhir hidupnya hingga dia sama sekali tidak mempersiapkan diri untuk menyongsong kehidupan akhirat yang pasti akan terjadi.
Hal-hal yang berkaitan dengan hari kiamat antara lain :
1. Alam Barzah yaitu alam yang memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat
2. Yaumul ba’ats hari kebangkitan seluruh mahluk dari alam barzah dibawah suatu tempat guna mengikuti proses pengadilan Allah
3. Yaumul hasyr yaitu berkumpulnya semua manusia disuatu tempat yang disebut padang mahsyar
4. Hisab (perhitungan amal), setelah seluruh mahluk berkumpul dipadang mahsyar Allah melakukan perhitungan amal mereka masing-masing dengaqn seadil-adilnya
5. Mizan yaitu timbangan yang diciptakan allah untuk menimbang amal manusia
6. Shirat yaitu sebuah jembatan yang dibentangkan antara ujung mahsyar dan ujung surga yang ditengahnya adalah neraka
7. Surga dan Neraka. Surga merupakan tempat yang dijanjikan Allah bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Neraka adalah tempat yang disediakan bagi orang-orang kafir untuk selama-lamanya atau juga bagi orang-orang mukmin yang berdosa( sebagai tempat sementara ) sampai dipidahkan kesurga

6. Iman Kepada Qada dan Qadar
Iman kepada Qada dan Qadar artinya percaya bahwa segala sesuatu yang telah dan akan terjadi semuanya itu menurut apa yang ditentukan oleh Allah.

. Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang Telah ditetapkan Allah untuk kami. dialah pelindung kami, dan Hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal."
Ahlus sunnah waljamaah beranggapan bawa manusia mempunyai kehendak dan kemampuan yang diberikan oleh Allah kepadanya, namun pada prakteknya keendak tersebut tidak terlepas dari iradah Allah Swt.. jadi seluruh perbuatan manusia merupakan perpaduan antara kehendak manusia yang diberikan Allah kepadanya dengan iradah Allah yang menyertainya.
Hikmah beriman kepada qada dan qadar :
1. Sabar dan tabah
2. Qanaah yaitu rela menerima ketentuan Allah atas dirinya dengan ikhlas
3. Tidak mudah putus asa dan mengeluh
4. Menjadi motivator
Menurut bahasa qada berati ketetapan atau keputusan sedangkan qadar berarti ketentuan atau ukuran.Menurut istilah adalah kehendak Allah SWT atau iradah terhadap sesuatu di alam azali. Sedangkan qadar mengadakan sesuatu menurut qadar yang tertentu dan cara tertentu yang di iradahkan oleh Allah SWT. Dengan demikaian manusia tidak akan mengetahui qadanya sebelum terjadi. qadar dapat diketahui setelah terjadi
Iman kepada qada dan qadar berati mempercayai bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini adalah menurut hukum atau aturan yang telah ditentukan oleh Allah SWT . hal ini menunjukkan kemauan dan kehendak tuhan adalah mutlak
Ayat Al-Quran yang berhubungan Qada dan Qadar :
Fungsi-fungsi iman kepada Qada dan Qadar dengan keimanan yang benar sebagai berikut :
1. Jika bertindak benar seseorang akan menjadi berani dan tidak takut apapun walupun mati resikonya
2. Rajin berihtiar kepada allah karena qada tidak dapat diketahui oleh manusia sehingga kita berusaha maksimal sebelum takdir itu datang
3. Memberikan keseimbangan jiwa
4 .Meningkatkan iman dan takut kepada Allah dengan dinamis
5. Menghilankan perasaan sombongdan nmembanggakan diri dalam menghadapi keberhasilan
6. Memberikan jalan yang terang bagi manusia sehingga tidak menyalahkan takdir untuk melaksanakan kemaksiatan
7. Memberikan kemantapan hati untuk memilih yang benar daripada yang sesat






















BAB II
Nahdlatul Ulama dan ahli sunnah

A. Hubungan Nu dan Aswaja
Banyak sekali ayat-ayat Al-Quran yang memberikan jaminan bahwa Allah akan menjaga Al-Quran beserta agamanya. Hal itu pasti terjadi, akan tetapi jaminan tersebut tidaklah memastikan Islam akan berkembang dengan tanpa hambatan dan rintangan di dalam menjaga kemurnian dan pengembangan agamanya. Dan juga tidak boleh diartikan bahwa kaum muslimin tidak perlu turut mengembangkan dan menjaga norma-norma kegamaan. Karena bagaimanapun juga, Rasulullah telah berjuang dengan susah payah dan penuh penderitaan. Untuk mengembangkan dan membesarkan agama dan membesarkan agama serta menyelamatkan umat di dunia. Pada zaman sekarang ini, umat Islam mengalami banyak tekanan. Berbagai organisasi, aliran, atau kelompok-kelompok yang lain banyak mewarnai kehidupan ini, sehingga kita bisa dipusingkan dengan fenomena yang ada, manakah yang bisa dan siapakah kelompok yang akan selamat? Ketika Rasulullah menjelaskan bahwa umatnya akan terpecah belah menjadi 73 golongan, beliau menegaskan bahwa golongan yang selamat hanyalah kelompok ahlu sunnah wal jamaah, yaitu golongan yang setia pada sunnah Rasul dan mengamalkan ajaran para sahabat-sahabat beliau. Dan sebetulnya istilah Islam ahli sunnah sudah muncul jauh-jauh hari sebelum adanya penyimpangan dari golongan Syiah, Khawarij, Muktazillah, dan lain-lain. Hanya saja setelah aliran-aliran yang menyimpang tersebut berkembang, maka istilah-istillah ahlu sunnah wal jamaah mulai populer untuk membentengi dan mempertahankan Islam dari rongrongan aliran yang tak bertanggung jawab.
B. Hakikat Nahdlatul Ulama
Tanpa adanya rasa untuk antipati dan fanatik dengan golongan NU, kami tidak memvonis bahwa NU adalah satu-satunya golongan ahlu sunnah wal jamaah, hanya saja –semenjak didirikan– NU telah menegaskan untuk mengikuti, mengemban dan mengembangkan paham-paham ahli sunnah wal jamaah dengan perjuangan yang gigih dan tidak kenal lelah. NU mempertahankan diri dengan mengajak semua umat untuk mengikuti paham-paham yang diajarkan dalam ahli sunah wal jamaah. Adapun dasar-dasar paham ahlu sunnah yang bisa dikerucutkan untuk menjadikannya sebagai organisasi yang tetap dalam fi’ah an-najiyah (kelompok yang selamat), maka ada beberapa dasar yang dijadikan pegangan:
1.Dasar-dasar keagamaan NU
a. NU mempunyai paham keagamaan sebagai sumber hukum dalam Islam: Al-Quran, sunah, ijma, dan Qiyas
b. Di dalam memahami, menelaah dan menafsiri sumber di atas, NU mengikuti paham ahlu sunnah yang perinciannya sebagai berikut:
- di bidang akidah, NU mengikuti ahlu sunnah yang dipelopori oleh Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Manshur al-Maturidi.
- di bidang fiqh, NU mengikuti salah satu dari empat madzab: Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali
- di bidang tasawuf mengikuti Imam Junaid al-Baghdadi dan Imam Al-Ghazali.

2.Sikap kemasyarakatan NU
agar mudah diterima berbagai kalangan, NU tidak mengesampingkan etika dalam bermasyarakat. Kelenturan dan kedewasaan NU bisa terlihat dan diterima banyak pihak. :
a. Sikap tawasuth dan i’tidal
yaitu sikap tengah-tengah yang mengajak manusia berjalan lurus di atas rel-rel keagamaan, adil dan menjunjung tinggi prinsip kehidupan. Bersama sikap tengah-tengah ini yang nantinya membawa NU berwibawa, tidak ekstrim dan tidak lembek.

b. Tasamuh dan tawazun.
Tasamuh yaitu sikap toleransi baik dengan masalah keagaman yang bersifat khilafiah atau keanekaragaman suku bangsa Indonesia selama ini. Sedangkan tawazun ialah seimbang dalam berkhidmah, menyelaraskan hubungan kepada Allah dan sesama manusia dan juga menyelaraskan dalam berbagai kepentingan dan lingkungan.
c. Amar ma’ruf nahi munkar
yaitu suatu sifat yang peka untuk selalu mendorong dan mengajak umat manusia menuju jalan yang terang. Selalu memberi motivasi untuk melakukan perbuatan yang baik, berguna dan bermanfaat untuk kehidupan bermasyarakat. Selain itu juga peka dan tanggap di dalam mencegah segala sesuatu yang bisa mengakibatkan kemungkaran, menjerumuskan dan mengaburkan nilai-nilai keislaman.

Dari dua dasar prinsip di atas (keagamaan dan kemasyarakatan), NU mempunyai beberapa sendi dan perilaku yang patut dipuji oleh semua lapisan, baik dalam perorangan maupun keorganisasian. Keberadaannya benar-benar menjadi rahmatan lil alamin bagi semua masyarakat. Adapun perilaku yang dihasilkan dari kedua prinsip di atas ialah:
1.Di mana pun berada, NU selalu menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran syariat Islam.
2.Rasa kebersamaan selalu dikedepankan –mengalahkan kepentingan pribadi.
3.Berusaha sekuat tenaga untuk ikhlas dalam berkhidmah menegakkan ajaran Islam. Serta menjunjung tinggi persaudaraan (ukhuwah) persatuan dan kesatuan (ittihad).
4.Selalu jujur dalam berpikir, bersikap dan berbuat dalam segala hal, serta menjaga sopan santun dan etika di dalam bergaul (akhlakul karimah).

C. Lahirnya NU

Pada waktu itu, sedang dilakukan persiapan-persiapan penyelenggaraan Kongres Khilafat yang akan diadakan di Kairo pada Maret 1925. Inisiatif penyelenggaraannya berasal dari para ulama Al-Azhar, yang didorong oleh Raja Mesir, Fu’ad, calon lain untuk kursi khalifah. Pemikir pembaru terkemuka, Rasyid Ridha, salah seorang penyelenggaranya, sudah mengirim undangan kepada Sarekat Islam dan Muhammadiyah,organisasi penting yang ada di Indonesia saat itu. Namun kesulitan-kesulitan internal di Mesir mengganggu persiapan kongres dan menyebabkan kongres itu harus ditunda sampai Mei 1926. Dalam pandangan Ibnu Sa’ud, persiapan Kongres Kairo, dengan kemungkinan terpilihnya Raja Fu’ad sebagai khalifah baru, merupakan ancaman atas
posisi yang baru dimenangkannya di Hijaz. Karena itu, dia
menyelenggarakan kongres tandingan di Mekkah selama Juni-Juli 1926,
berpura-pura menyelenggarakan pembicaraan tentang haji tetapi dalam
kenyataannya berusaha memperoleh legitimasi bagi kekuasaannya atas
Hijaz. Kedua kongres yang hampir bersamaan itu menunjukkan adanya
persaingan yang tidak terlalu tersembunyi untuk meraih kedudukan
sebagai pemimpin seluruh umat Islam. Kedua panitia kongres tersebut
dengan harap-harap cemas melakukan pendekatan agar seluruh dunia Islam
bersedia ikut serta. Tahun 1920-an juga merupakan rentang waktu di mana di Indonesia
pun diadakan kongres-kongres umat Islam. Di tahun-tahun 1922-1926, para
aktifis muslim dari berbagai organisasi dan perhimpunan mengadakan
serangkaian kongres bersama (yang disebut Kongres Al-Islam) untuk membicarakan berbagai masalah penting yang menjadi keprihatinan bersama. Semua aliran Islam Indonesia terwakili dalam kongres-kongres ini, walaupun wakil kaum modernis terlalu banyak. Kongres
Al-Islam ketiga, yang diselenggarakan Desember 1924, didominasi
pembicaraan mengenai khilafah, dan para pesertanya memutuskan untuk
mengirimkan delegasi yang mewakili Sarekat Islam, Muhammadiyah dan kaum
tradisionalis ke Kongres Kairo. Karena terjadi penundaan di Mesir,
delegasi ini tidak jadi berangkat. Menjelang Kongres Al-Islam keempat,
Agustus 1925, datang pula undangan untuk menghadiri Kongres Mekkah.
Masalah penentuan pilihan antara Kairo dan Makkah, dan masalah sikap
yang diambil terhadap rezim Sa’udi yang baru berkuasa di Mekkah,

Pada tanggal 31 Januari 1926 M. atau 16 Rajab 1345 H, hari Kamis, di lawang Agung Ampel Surabaya, diadakan pertemuan yang disponsori oleh Comite Hejaz sebagai realisasi dari gagasan yang timbul pada pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan ini, maka lahirlah organisasi baru yang diberi nama

"JAM'IYYAH NAHDLATUL ULAMA"
Kehadiran Jam'iyyah Nahdlatul Ulama' dimaksudkan sebagai suatu organisasi yang dapat mempertahankan ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dari segala macam intervensi (serangan) golongan-golongan Islam di luar Ahlus Sunnah Wal Jama'ah di Indonesia pada khususnya dan di seluruh dunia pada umumnya; dan bukan hanya sekedar untuk menghadapi golongan Wahabi saja sebagaimana Comite Hejaz. Disamping itu juga dimaksudkan sebaga organisasi yang mampu memberikan reaksi terhadap tekanan-tekanan yang diberikan oleh Pemerintah Penjajah Belanda kepada ummat Islam di Indonesia.

Menulis sejarah lahirnya Nahdlatul Ulama tidak cukup hanya melihat niat para pendiri atau tujuan pendiriannya.Harus dilihat pula aspek konteks globalnya, yakni konteks yang menghubungkan pengalaman mereka (para pendiri itu) saat sebagai santri di pengajian di Mekkah dan ketika kembali ke Tanah Air.

ini pula yang kemudian diterjemahkan oleh para ulama dan kiai Nusantara ketika mendirikan NU di Jawa pada 1926: kemandirian pesantren dan kemerdekaan bangsa Indonesia dari imperialisme asing.Itu tercermin dari deklarasi pendirian Nahdlatul Ulama sebagaimana yang ditulis KH Muhammad Dahlan Kebondalem, salah seorang pendiri NU: "Berdirinya NU adalah untuk menegakkan syariat Islam menurut ajaran Ahlussunnah Waljamaah dan mengajak bangsa ini untuk cinta kepada tanah airnya." Dan itulah yang ditunjukkan ketika Kiai Wahab Hasbullah pulang ke Jawa.Beliau mendirikan Nahdlatuttujjar pada 1918, forum diskusi Tashwirul Afkar, Nahdlatul Wathan, hingga Nahdlatul Ulama pada 1926.Mereka belajar dan mendalami agama,tapi juga mengajarkan ikatan kebangsaan. Kiai Hasyim Asy'ari, Kiai Wahab, dan para kiai lainnya semuanya menunjukkan kemampuan memadukan ajaran Islam tekstual dengan konteks lokalitas, melahirkan wawasan dan orientasi politik substantif. Cara NU membawa ajaran Islam tidak melalui jalan formal, lebih-lebih dengan cara membenturkannya dengan realitas secara frontal, tetapi dengan cara lentur dan akomodatif. Politik kebangsaan seperti itu secara konsisten menjadi garis politik NU sepanjang perjalanan Indonesia merdeka.

Nahdlatul Ulama adl organisasi sosial keagamaan {jam’iyah diniyah islamiah} yg berhaluan Ahli Sunnah wal-Jamaah . Organisasi ini didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 oleh K.H. Hasyim Asy’ari beserta para tokoh ulama tradisional dan usahawan di Jawa Timur. Sejak awal K.H. Hasyim Asy’ari duduk sebagai pimpinan dan tokoh agama terkemuka di dalam NU. Tetapi tidak diragukan bahwa penggerak di balik berdirinya organisasi NU adl Kiai Wahab Chasbullah putra Kiai Chasbullah dari Tambakberas Jombang. Pada tahun 1924 Kiai Wahab Chasbullah mendesak gurunya K.H. Hasyim Asy’ari agar mendirikan sebuah organisasi yg mewakili kepentingan-kepentingan dunia pesantren. Namun ketika itu pendiri pondok pesantren Tebu Ireng ini K.H. Hasyim Asy’ari tidak menyetujuinya. Beliau menilai bahwa utk mendirikan organisasi semacam itu belum diperlukan. Baru setelah adanya peristiwa penyerbuan Ibn Sa’ud atas Mekah beliau berubah pikiran dan menyetujui perlunya dibentuk sebuah organisasi baru. Semangat utk merdeka dari penjajahan Belanda pada waktu itu dan sebagai reaksi defensif maraknya gerakan kaum modernis {Muhammadiyah dan kelompok modernis moderat yg aktif dalam kegiatan politik Sarekat Islam} di kalangan umat Islam yg mengancam kelangsungan tradisi ritual keagamaan khas umat islam tradisional adl yg melatarbelakangi berdirinya NU. Rapat pembentukan NU diadakan di kediaman Kiai Wahab dan dipimpin oleh Kiai Hasyim. September 1926 diadakanlah muktamar NU yg untuk pertama kalinya yg diikuti oleh beberapa tokoh. Muktamar kedua 1927 dihadiri oleh 36 cabang. Kaum muslim reformis dan modernis berlawanan dgn praktik keagamaan kaum tradisional yg kental dgn budaya lokal.


ISTRUKTUR DAN PERANGKAT ORGANISASI
Pasal 9 Struktur organisasi Nahdlatul Ulama terdiri atas
Pengurus Besar
Pengurus Wilayah
Pengurus Cabang
Pengurus Majelis Wakil Cabang
Pengurus Ranting Pasal 10
Untuk melaksanakan tujuan dan usaha-usaha sebagaimana dimaksud pasal 5 dan 6 Nahdlatul Ulama membentuk perangkat organisasi yg meliputi Lembaga Lajnah dan Badan Otonom yg merupakan bagian dari kesatuan organisatoris jam’iyah Nahdlatul Ulama.Ketentuan pembentukan Lembaga Lajnah dan Badan Otonom diatur dalam Anggaran Rumah Tangga. BAB VIIKEPENGURUSAN Pasal 11Kepengurusan Nahdlatul Ulama terdiri atas Mustasar Syuriyah dan Tanfidziyah.
Mustasyar adl penasihat.
Syuriyah adl pemimpin tertinggi Nahdlatul Ulama.
Tanfidziyah adl pelaksana harian.
Tugas wewenang kewajiban dan hak Mustasyar Syuriyah dan Tanfidziyah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga. Pasal 12Masa jabatan pengurus tersebut dalam pasal 9 adl 5 tahun di semua tingkatan. Masa jabatan pengurus Lembaga dan Lajnah disesuaikan dgn masa jabatan pengurus Nahdlatul Ulama di tingkat masing-masing.Masa jabatan pengurus Badan-Badan Otonom ditentukan dalam peraturan dasar Badan Otonom yg bersangkutan. Pasal 1 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama terdiri atas
Mustasyar Pengurus Besar.
Pengurus Besar Harian Syuriyah.
Pengurus Besar Lengkap Syuriyah.
Pengurus Besar Harian Tandfidziyah.
Pengurus Besar Lengkap Tandfidziyah.
Pengurus Besar Pleno.
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama terdiri atas
Mustasyar Pengurus Wilayah.
Pengurus Wilayah Harian Syuriyah.
Pengurus Lengkap Syuriyah.
Pengurus Harian Tanfidziyah.
Pengurus Wilayah Lengkap Tanfidziyah
Pengurus Wilayah Pleno.
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama terdiri atas
Mustasyar Cabang Harian Syuriyah.
Pengurus Cabang Harian Syuriyah.
Pengurus Cabang Lengkap Syuriyah.
Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah.
Pengurus Cabang Lengkap Tanfidziyah.
Pengurus Cabang Pleno.
Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama terdiri atas
Mustasyar Pengurus Majelis Wakil Cabang.
Pengurus Majelis Wakil Cabang Harian Syuriyah.
Pengurus Majelis Wakil Cabang harian Tanfidziyah.
Pengurus Majelis Wakil Cabang Pleno.
Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama terdiri atas
Pengurus Ranting Syuriyah.
Pengurus Ranting Tanfidziyah.
Pengurus Ranting Pleno.
Ketentuan mengenai susunan dan komposisi pengurus diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
C. Tokoh dan Pemikir NU
a. KH A Wahab Hasbullah
Lahir di Tambakberas, Jombang, pada bulan Maret 1888 M. Ayahanda KH Abdul Wahab Hasbullah adalah Kyai Said, Pengasuh Pesantren Tambakberas Jombang Jawa Timur, sedangkan Ibundanya bernama Fatimah. KH Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama yang berpandangan modern, da’wah beliau dimulai dengan mendirikan media massa atau surat kabar, yaitu harian umum “Soeara Nahdlatul Oelama” atau Soeara NO dan Berita Nahdlatul Ulama.
Beliau juga seorang pelopor dalam membuka forum diskusi antar ulama, baik di lingkungan NU, Muhammadiyah dan organisasi lainnya. Ia belajar di Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Tawangsari Sepanjang, belajar pada Syaikhona R. Muhammad Kholil Bangkalan Madura, dan Pesantren Tebuireng Jombang di bawah asuhan Hadratusy Syaikh KH. M. Hasyim Asy‘ari. Disamping itu, Kyai Wahab juga merantau ke Makkah untuk berguru kepada Syaikh Mahfudz at-Tirmasi dan Syaikh Al-Yamani dengan hasil nilai istimewa.
Kyai. Wahab merupakan bapak Pendiri NU setelah Hadratusy Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari. Selain itu juga pernah menjadi Panglima Laskar Mujahidin (Hizbullah) ketika melawan penjajah Jepang. Beliau juga tercatat sebagai anggota DPA bersama Ki Hajar Dewantoro. Tahun 1914 mendirikan kursus bernama “Tashwirul Afkar”.
Tahun 1916 mendirikan Organisasi Pemuda Islam bernama Nahdlatul Wathan, kemudian pada 1926 menjadi Ketua Tim Komite Hijaz. Pada perang melawan penjajah Jepang beliau berhasil membebaskan KH. M. Hasyim Asy’ari dari penjara ketika ditahan Jepang. Kyai Wahab juga seorang pencetus dasar-dasar kepemimpinan dalam organisasi NU dengan adanya dua badan, Syuriyah dan Tanfidziyah sebagai usaha pemersatu kalangan Tua dengan Muda. Akhirnya KH. Abdul Wahab Hasbullah dipanggil menghadap ke haribaan-Nya pada Rabu 12 Dzul Qa’dah 1391 H atau 29 Desember 1971 tepat pukul 10.00 WIB, empat hari setelah MUKTAMAR NU ke-25.
b. Syekh Kholil Bangkalan
Kiai Kholil lahir pada hari Selasa, 11 Jumadil Akhir 1235 H di Bangkalan Madura. Ayahnya bernama Abdul Latif bin Kiai Harun bin Kiai Muharram bin Kiai Asrol Karomah bin Kiai Abdullah bin Sayyid Sulaiman. Sayyid Sulaiman ialah cucu Sunan Gunung Jati. Oleh karena itu beliau sangat mengharap dan mohon kepada Allah SWT agar anaknya menjadi pemimpin umat serta mendambakan anaknya mengikuti jejak Sunan Gunung Jati.

Setelah tahun 1850 Kiai Kholil muda berguru kepada Kiai Muhammad Nur di Pesantren Langitan Tuban, kemudian untuk menambah ilmu dan pengalaman beliau nyantri di Pesantren Cangaan Bangil, Pasuruan. Dari sini pindah lagi ke Pesantren Keboncandi Pasuruan. Selama di Keboncandi beliau juga berguru kepada Kiai Nur Hasan di Sidogiri, Pasuruan. Selama di Keboncandi, beliau mencukupi kebutuhan hidup dan belajarnya sendiri dengan menjadi buruh batik, agar tidak merepotkan orang tuanya, meskipun ayahnya cukup mampu membiayainya.
Kemandirian Kiai Kholil nampak ketika beliau berkeinginan belajar ke Makkah, beliau tidak menyatakan niatnya kepada orang tuanya apalagi minta biaya, tetapi beliau memutuskan belajar di sebuah pesantren di Banyuwangi. Selama nyantri di Banyuwangi ini belaiau juga menjadi buruh pemetik kelapa pada gurunya, dengan diberi upah 2,5 sen setiap pohon, upah ini selalu ditabung.
Tahun 1859 ketika berusia 24 tahun Kiai Kholil memutuskan untuk berangkat ke Makkah dengan biaya tabungannya, tetapi sebelum berangkat oleh orang tuanya Kiai Kholil dinikahkan dengan Nyai Asyik. Di Makkah beliau belajar pada syekh dari berbagai madzhab di Masjidil Haram, tetapi beliau lebih banyak mengaji kepada syekh yang bermadzhab Syafi'i.
Sepulang dari Tanah Suci, Kiai Kholil dikenal sebagai ahli fiqih dan thoriqot yang hebat, bahkan ia dapat memadukan kedua ilmu itu dengan serasi dan beliau juga hafidz (hafal Al-Quran 30 juz). Kiai Kholil kemudian mendirikan pesantren di Desa Cengkebuan.
Pada tanggal 29 Romadlon 1343 H dalam usia 91 tahun, karena usia lanjut belaiu wafat. Hampir semua pesantren di Indonesia yang ada sekarang masih mempunyai sanad dengan pesantren Kiai Kholil.
c. Biografi KHM. Hasyim Asy'ari
Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari lahir pada hari Selasa Kliwon, 24 Dzulqa’dah 1287 H, bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871 M di Desa Gedang, satu kilometer sebelah utara Kota Jombang, Jawa Timur. Ayahnya bernama Kiai Asy’ari berasal dari Demak, Jawa Tengah. Ibunya bernama Halimah, puteri Kiai Utsman, pendiri Pesantren Gedang.

Dilihat dari garis keturunan itu, beliau termasuk putera seorang pemimpin agama yang berkedudukan baik dan mulia. KHM. Hasyim Asy’ari merupakan keturunan kesepuluh dari Prabu Brawijaya VI (Lembupeteng). Garis keturunan ini bila ditelusuri lewat ibundanya sebagai berikut: Muhammad Hasyim bin Halimah binti Layyinah binti Sihah bin Abdul Jabar bin Ahmad bin Pangeran Sambu bin Pangeran Nawa bin Joko Tingkir alias Mas Karebet bin Prabu Brawijaya VI.
Semenjak masih anak-anak, Muhammad Hasyim dikenal cerdas dan rajin belajar. Mula-mula beliau belajar agama dibawah bimbingan ayahnya sendiri. Otaknya yang cerdas menyebabkan ia lebih mudah menguasai ilmu-ilmu pengetahuan agama, misalnya: Ilmu Tauhid, Fiqih, Tafsir, Hadits dan Bahasa Arab. Karena kecerdasannya itu, sehingga pada umur 13 tahun ia sudah diberi izin oleh ayahnya untuk mengajar para santri yang usianya jauh lebih tua dari dirinya.
Kemauan yang keras untuk mendalami ilmu agama, menjadikan diri Muhammad Hasyim sebagai musyafir pencari ilmu. Selama bertahun-tahun berkelana dari pondok satu ke pondok yang lain, bahkan beliau bermukim di Makkah selama bertahun-tahun dan berguru kepada ulama-ulama Makkah yang termasyhur pada saat itu, seperti: Syekh Muhammad Khatib Minangkabau, Syekh Nawawi Banten dan Syekh Mahfudz At Tarmisi. Muhammad Hasyim adalah murid kesayangan Syekh Mahfudz, sehingga beliau juga dikenal sebagai ahli hadits dan memperoleh ijazah sebagai pengajar Shahih Bukhari.
Pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926, KHM. Hasyim Asy’ari bersama KH. Abdul Wahab Hasbullah serta para ulama yang lain mendirikan Jam’iyah Nahdlatul Ulama, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Pada bulan Oktober 1943, ketika NU dan Muhammadiyah bersepakat membentuk organisasi gabungan menggantikan MIAI (Al Majlisul Islamil A’la Indonesia) dan diberi nama MASYUMI (Majlis Syuro Muslimin Indonesia) yang non politik, pimpinan tertingginya dipercayakan kepada KHM. Hasyim Asy’ari. Dan pada tahun 1944 beliau diangkat oleh pemerintah Jepang menjadi Ketua SHUMUBU (Kantor Pusat Urusan Agama).

Pada masa-masa akhir pemerintahan Jepang di Indonesia, Masyumi berhasil membujuk Jepang untuk melatih pemuda-pemuda Islam khususnya para santri dengan latihan kemiliteran yang kemudian diberi nama Hizbullah. Tanda anggota Hizbullah ditandatangani oleh KHM. Hasyim Asy’ari.

Pada tanggal 7 Ramadlan 1366 bertepatan dengan tanggal 25 Juli 1947, KHM. Hasyim Asy’ari berpulang ke Rahmayullah. Atas jasa beliau, pemerintah Indonesia menganugerahi gelar “Pahlawan Nasional”.
d. KH. Bisyri Syansuri
KH Bisyri Syansuri dilahirkan di desa Tayu, Pati, Jawa Tengah pada 28 Dzul Hijjah 1304 bertepatan dengan 18 September 1886 M. Beliau adalah putra ketiga dari pasangan suami istri Kyai Syansuri dan Nyai Mariah.
Pada usia tujuh tahun KH Bisyri Syansuri mulai belajar agama secara teratur yang diawali dengan belajar membaca Al Qur'an secara mujawwad (dengan bacaan tajwid yang benar) pada Kyai Shaleh di desa Tayu. Pelajaran membaca Al Qur' an ini ditekuninya sampai beliau berusia sembilan tahun. Kemudian beliau melanjutkan pelajarannya ke pesantren Kajen. Guru beliau bernama Kyai Abdul Salam, seorang Huffadz yang juga terkenal penguasaannya di bidang Fiqih. Dibawah bimbingan ulama ini beliau mempelajari dasar-dasar tata bahasa Arab, fiqih, tafsir, dan hadits.
Pada usia lima belas tahun KH Bisyri Syansuri berpindah pesantren lagi, belajar pada Kyai Khalil di Demangan Bangkalan. Kemudian pada usia 19 tahun beliau meneruskan pelajarannya ke pesantren Tebuireng Jombang. Dibawah bimbingan KH Hasyim Asy'ari beliau mempelajari berbagai ilmu agama Islam. Kecerdasan dan ketaatan beliau menyebabkan tumbuhnya hubungan yang sangat erat antara beliau dengan hadratus syaikh untuk masa-masa selanjutnya.
Setelah enam tahun lamanya belajar di Tebuireng, pada usia 24 tahun beliau berangkat melanjutkan pendidikan ke Makkah. Beliau bersahabat dengan KH Abdul Wahab Hasbullah sejak di pesantren Kademangan sampai di tanah suci Makkah. Ketika Adik KH Abdul Wahab Hasbullah yang bemama Nur Khadijah menunaikan ibadah haji bersama ibunya pada tahun 1914, KH Abdul Wahab Hasbullah menjodohkan adiknya dengan KH Bisyri Syansuri, dan pada tahun itu juga beliau pulang ke tanah air.
KH Bisyri Syansuri adalah seorang ulama besar yang memiliki sifat sederhana dan rendah hati. Meskipun demikian beliau dikenal sebagai ulama yang teguh pendirian dan memegang prinsip. Dalam menjalankan tugas beliau selalu istiqamah dan tidak mudah goyah, terutama dalam memutuskan suatu perkara yang berhubungan dengan syari'at Islam. setiap hukum suatu persoalan yang sudah Jelas dalilnya dari Al Quran, Hadits, Ijma atau Qiyas keputusan beliau selalu tegas dan tidak bisa ditawar-tawar.
Di dalam kepengurusan NU semula beliau menjadi salah seorang a'wan syuriyah. Pada Muktamar NU ke-13 tahun 1950 beliau diangkat sebagai salah seorang Rais Syuriyah.
Kemudian setelah KH Abdul Wahab Hasbullah wafat pada tahun 1971 Musyawarah Ulama secara bulat memilih beliau menjadi Rais Am PBNU sampai beliau wafat pada hari Jum'at 25 April 1980 dalam usia 94 tahun. Makam beliau berada di komplek Pondok Pesantren Manbaul Maarif Denanyar Jombang, Jawa Timur.
SUSUNAN PENGURUS NAHDATUL ULAMA TAHUN 1926
Dewan Syariah:
Rais Akbar : KH M Hasyim Asy’ari jombang
Wakil Rias Akbar : KH Dahlan Ahyad Surabaya
Katib Awal : KH A Wahab Hasbullah Jombang
Katib Tsani : KH Abdul Chalim Cirebon
A’wan : KH Ridwan Abdullah Surabaya
KH Said Surabaya
KH Mas Alwi Abdul Aziz Surabaya
KH Bisri Shansuri Jombang
KH Abdullah Ubaid nSurabaya
KH Nahrowi Malang
KH Amin Surabaya
KH Masykuri Lasem
KH R Asnawi Kudus
KH Ridwan Semarang
KH Mas Nawawi Sidogiri Pasuruan
KH Doro Muntoho Bangkalan
Syeikh Ahmad Ghonaim al-Misri
KH R Hambali Kudus
Dewan Tanfidziyah:
Ketua : H Hasan Gipo Surabaya
Penulis : M Sidiq Judodiwirjo Palembang
SUSUNAN PENGURUS PBNU 2004-2009
Rois Am : KH Mohammad Saham Mahfud
Ketua Umum :PBNU Hasyim Muzadi
Pengurus Harian Dewan Syuriah : Rais Am: KH Mohammad Ahmad Sahal Mahfudz
Rais: Mustofa Bisri, KH Idris Marzuqi, KH Hafidz Ustman, KH Maghfur Ustman, KH Masyhuri Na'im, Prof Dr Said Aqil Almunawar, Prof Dr Chotibul Umam, KH Ma'ruf Amin, KH Abdul Muis Kabri, Habib Abdillah Al Jufri, KH Artani Hasbi MA, KH Syarifuddin Amsir
Wakil Rais Am : KH Tolchah Hasan.
Katib Am : Dr KH Akrom Malibary
Katib : KH Malik Madani, KH Anwar Ibrahim, KH Masrur Ainun Najih dan KH Abdull Wahid A Aziz.

Susunan Pengurus Harian Dewan Tanfidziah sebagai berikut:

Ketua Umum : KH Ahmad Hasyim Muzadi
Ketua : DR Masdar F Mas'udi, DR H. Ahamda Bagdja, H Rozy Munir, Prof Dr Said Agil Siradj, KH Prof Dr Ridwan Lubis, Prof Dr KH Qodri Azizy, KH Fazrul Falakh, KH Salahuddin Wahid, Drs H Andi Jamaro Dulung, Ir H Mustofa Juhad, Drs H Abdul Aziz Ahmad, Drs H Abbas Mu'in.
Sekretaris Jenderal : Dr Endang Turmudzi Wakil Sekjen: Taufiq R Abdullah, Saeful Bahri, Iqbal Sullam, Anas Thahir.
Bendahara : H Abdullah Machrus Wakil Bendahara: H Sirodjul Munir, H Bambang Adiyaksa, H Ronim Hidayat. Menurut Hasyim,

Tokoh tokoh NU di zaman kita
A. KH Abdurrahman wahid (Gus Dur)
Abdurrahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur menjabat Presiden RI ke-4 mulai 20 Oktober 1999 hingga 24 Juli 2001. Beliau lahir tanggal 4 Agustus 1940 di desa Denanyar, Jombang, Jawa Timur. Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Ayahnya adalah seorang pendiri organisasi besar Nahdlatul Ulama, yang bernama KH. Wahid Hasyim. Sedangkan Ibunya bernama Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri Syamsuri. Dari perkawinannya dengan Sinta Nuriyah, mereka dikarunia empat orang anak, yaitu Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zannuba Arifah Chafsoh, Annita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari .
Sejak masa kanak-kanak, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan rajin memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Selain itu beliau juga aktif berkunjung keperpustakaan umum di Jakarta. Pada usia belasan tahun Gus Dur telah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel dan buku-buku. Di samping membaca, beliau juga hobi bermain bola, catur dan musik. Bahkan Gus Dur, pernah diminta untuk menjadi komentator sepak bola di televisi. Kegemaran lainnya, yang ikut juga melengkapi hobinya adalah menonton bioskop. Kegemarannya ini menimbulkan apresiasi yang mendalam dalam dunia film. Inilah sebabnya mengapa Gu Dur pada tahun 1986-1987 diangkat sebagai ketua juri Festival Film Indonesia.
Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-`aqdi yang diketuai K.H. As`ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar ke-28 di pesantren Krapyak Yogyakarta (1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994). Jabatan ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4. Selama menjadi presiden, tidak sedikit pemikiran Gus Dur kontroversial. Seringkali pendapatnya berbeda dari pendapat banyak orang. (Dari Berbagai Sumber)
b. Abdul Hasyim Muzadi (KH Hasyim Muzadi)
Lahir: Bangilan, Tuban, 8 Agustus 1944
Ayah: H. Muzadi
Ibu: Hj. Rumyati
Istri: Hj. Muthomimah
Anak: Enam putra dan putri
Alamat:
* Ponpes Mahasiswa Al Hikam, Malang
Pengalaman:
* Ketua Umum PB NU (sekarang)
* Ketua PWNU Jatim (1992-1999)
* Wakil Ketua PWNU Jatim (1990-1992)
* Ketua Ansor Jatim (1986)
* Ketua PP GP Ansor (1985-1990)
* Anggota DPRD Jatim (1984-1987)
C. KH Ma’ruf Amin
Nama yang disandangnya tepat dengan jabatan yang diamanahkan di pundak-nya. Dialah KH Ma’ruf Amien, Ketua Dewan Syari’ah Nasional (DSN). Ma’ruf Amin artinya yang baik yang dipercaya, atau yang diberi pengetahuan yang dipercaya. Kendati tidak pernah mengenyam pendidikan master (S2) apalagi doktor (S3) di bidang fiqh, ilmu Ma’ruf Amin tak jauh beda dengan mereka yang begelar doktor.
Lantaran itu pula wajar saja jika pengasuh pondok pesantren Al-Nawawiyah, Banten ini diberi amanah sebagai Ketua DSN. Di samping itu ia juga menjadi Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Rois Syuriah PBNU. Beberapa kedudukan itu sangat membutuhkan keulamaan, kefaqihan, dan keumaraan seseorang.
Penggerak Ekonomi Syari’ah dari Pesantren
Di DSN sendiri, Ma’ruf Amien bersama koleganya ingin mengembangkan ekonomi dan keuangan syari’ah di seluruh jagat Nusantara. Di antara garapan yang sudah ditangani DSN antara lain, perbankan, asuransi, pasar modal/reksadana yang berdasarkan nilai-nilai Islami. Selain itu, ke depan DSN juga berupaya memperbesar lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan Syari’ah serta memperluas jaringannya. “Kita berharap sistem ekonomi nasional kita secara umum menggunakan dual system economic. Yaitu syari’ah dan konvensional. Dan sistem syari’ah ini harus kita tampilkan sebagai sistem alternatif,” tuturnya.
Menurutnya, sistem konvensional tetap dibiarkan ada karena untuk penerapan dan pengamalan sistem syari’ah ini didasarkan atas asas kesadaran atau sukarela dari umat Islam, sehingga kesannya bukan karena paksaan. Lagi pula, “Masyarakat itu tidak bisa mengamali perubahan secara radikal. Selain itu kita ingin menguji mana yang lebih unggul dan kompetitif,” terang mantan anggota DPR asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang mudah diajak bicara ini.
D. Kyai Mustofa Bisri(Gus Mus)
Lahir : Rembang, 10 Agustus 1944
Agama : Islam
Jabatan: Pimpinan Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah
Istri: Siti Fatimah
Pendidikan :
- Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Lirboyo Kediri
- Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta
- Raudlatuh Tholibin, Rembang
- Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir
Organisasi:
Mantan Rois Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) periode 1994-1999 dan 1999-2004
e. EMHA AINUN NADJIB I
Emha Ainun Nadjib lahir di Jombang, 27 Mei 1953, anak ke-4 dari 15 bersaudara,pendidikan formalnya hanya berakhir di semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas GadjahMada (UGM) Yogyakarta. Sebelum itu ‘diusir’ dari Pondok Modern Gontor Ponorogo karena‘demo’ melawan Dept. Keamanan pada pertengahan tahun ketiga studinya, kemudian pindakke Yogya dan lumayan bisa tamat SMA Muhammadiyah I.Lima tahun hidup menggelandang di Malioboro Yogya antara 1970-1975 ketika belajar sastrakepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misteriusdan sangat mempengaruhi perjalanan Emha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar